Sejarah Idul Adha dan Makna Berkurban untuk Umat Muslim

Rilo Pambudi · Rabu, 10 Mei 2023 - 20:58 WIB
Sejarah Idul Adha dan Makna Berkurban untuk Umat Muslim
Sejarah Idul Adha. Satuan Brimob Polda Sumatera Utara mengurbankan puluhan ekor hewan pada hari Raya Idul Adha 1441 Hijriah yang disembelih di Lapangan Mako Brimob, Jalan KH Wahid Hasyim Medan, Jumat (31/7/2020).

JAKARTA, iNews.id - Sejarah Idul Adha dan makna berqurban menjadi pengetahuan yang patut diketahui setiap Muslim. Idul Adha merupakan salah satu hari besar umat Islam yang senantiasa dinantikan setiap tahunnya.

Tahun ini, Idul Adha 1444 H diperkirakan akan jatuh pada 29 Juni 2023. Perayaan Idul Adha selalu identik dengan prosesi berkurban.

Namun, umat Muslim perlu tahu bahwa perayaan Idul Adha memiliki sejarah yang panjang dan penuh makna. Perintah berqurban di Hari Raya Idul Adha tentu bukan serta merta tanpa maksud.

Ada hikmah mendalam di balik sejarah dirayakannya Idul Adha bagi seluruh umat Muslim di dunia. Berikut adalah ulasannya yang dirangkum iNews.id, Rabu (10/5/2023).

Sejarah Idul Adha dan Makna Berkurban

Sebagaimana diketahui, Idul Adha juga bisa disebut sebagai Hari Raya Haji atau Lebaran Haji. Perayaan ini erat kaitannya dengan peristiwa penting yang dialami oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail.

Peristiwa tersebut termaktub dalam Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 37.

رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Artinya: “Ya Tuhan kami sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan. Ya Tuhan kami (sedemikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagai manusia cenderung kepada mereka dan berizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Dari ayat tersebut, diketahui bahwa Nabi Ibrahim telah mendapat perintah dari Allah untuk menempatkan istrinya, Siti Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu pada suatu lembah yang tandus, gersang, dan tidak tumbuh sebatang pohon pun.

Karena begitu tandus, Siti Hajar bahkan sempat kehabisan air minum sehingga tidak bisa menyusui Ismail. Hal tersebut membuat Ismail menangis tanpa henti saat kehausan dan mencari air ke sana kemari sambil berlari-lari kecil di antara bukit Safa dan Marwah sebanyak 7 kali. 

Saat sang ibu mondar-mandir mencari air, Nabi Ismail menghentakkan kakinya ke tanah. Dengan kuasa Allah SWT, keluarlah air dari dalam tanah dimana air ini terkenal dengan nama ‘air zam zam’.

Peristiwa lari-lari kecil yang dilakukan oleh Siti Hajar untuk mendapatkan air inilah yang saat ini disebut sebagai ‘Sa’i’ yang kini merupakan rangkaian dari ibadah haji.

Selain itu, terdapat peristiwa lain yang melatarbelakangi adanya penyembelihan hewan kurban pada saat Idul Adha.

Hal tersebut bisa ditemukan dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 102.

"قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Dari ayat tersebut, Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur’anul Adzim menyatakan bahwa Nabi Ibrahim mendapatkan ujian keimanan dari Allah SWT berupa perintah untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail yang saat itu masih berusia 7 tahun.

Tanpa penolakan sedikitpun, Nabi Ismail justru mengatakan pada ayahnya untuk segera melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.

Sempat digoda oleh setan beberapa kali, baik Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail enggan untuk mengurungkan niatnya dan malah melempari setan dengan batu kerikil berulang kali.

Peristiwa melempar batu inilah yang sekarang disebut lempar jumrah yang menjadi salah satu rangkaian ibadah haji. 

Nabi Ibrahim pun sampai meletakkan pisau di leher putranya dan nyaris digerakkan.

Namun kuasa Allah SWT justru memerintahkan Nabi Ibrahim menghentikan perbuatannya dan mengganti Nabi Ismail dengan domba.

Allah SWT berfirman, “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian. Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ash-Shaffat: 107-110).

Maka dari itu, istilah lain dari Idul Adha adalah Idul Qurban karena umat muslim diberi kesempatan untuk berkurban apabila tidak mampu melaksanakan ibadah haji.

Makna Berkurban Bagi Umat Islam

Qurban adalah bukti ketaqwaan seorang muslim kepada Allah SWT. Amalan tersebut akan mendapatkan ridha Allah jika dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketakwaan. Hal itu bahkan telah dijelaskan di dalam Al Quran melalui Surah Al Hajj ayat 37 yang berbunyi:

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS:Al Hajj:37)

Kedua, qurban adalah wujud solidaritas antar manusia khususnya umat muslim. Tidak seperti puasa yang aspek hubungannya langsung dari individu kepada Allah (hablumminallah), qurban merupakan amalan yang juga mengandung aspek sosial hubungan antar sesama manusia (hablumminannas).


Editor : Komaruddin Bagja